P
agi hari, Senin pertama bulan Juli 1977.
Langit biru muda memayungi Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan. Matahari mencorong di Timur. Ali
Topan, Bobby, Dudung dan Gevaert menaiki motor
masing-masing, ngebut di jalanan seputar Blok M.
Blok M adalah suatu blok perumahan dan pertokoan
seluas kurang-lebih tiga kilometer persegi. Sebelah utaranya dibatasi lapangan Markas Besar Angkatan
Kepolisian atau Mabak, sebelah timur dibatasi Jalan
Iskandarsyah Raya, sebelah selatan dibatasi Jalan
Melawai Raya, dan sebelah baratnya dibatasi Jalan Si
Singamangaraja. Kebayoran Baru terdiri dari beberapa
blok, dari A sampai S. Penduduknya umumnya pekerja
dan pedagang kelas menengah dari luar Jakarta, yang
berjumlah sekitar 400.000 orang.
Empat sekawan itu adalah murid-murid kelas III Pal -
Pengetahuan Alam - satu SMA Bulungan I “Bulungan”
yang terletak di ujung timur Jalan Mahakam, Blok C
Kebayoran Baru, yang berbatasan dengan Jalan Si
Singamangaraja. Mereka tertawa gembira, berdansa di
jalanan, itu istilah untuk sport jantung menyelip-nyelipkan motor di sela-sela kendaraan yang melalu-lintas. Wajah-wajah tampan yang cerah, rambut-rambut yang
gondrong melambai kena angin, dan bercanda sepanjang
jalan merupakan merupakan manifestasi sikap bebas
aktif anak-anak muda itu. Oleh kaum tua yang sedikit
pikun, mereka dinamakan berandalan atau krosboi, tapi
mereka tak peduli.
Mereka ada di jalan Panglima Polim Raya. Lampu perempatan Jalan Pangporay —Panglima Polim Raya—dan Jalan Melawai Raya menyala kuning. Kemudian merah. Kendaraan umum berhenti. Tapi Ali Topan dan kawan-kawannya langsung saja tancap gas membelok ke arah kiri, memotong kendaraan yang bergerak dari arah Blok M, langsung melaju ke Jalan Bulungan.
“He, bajingan!” seorang pengendara Toyota Corolla tahun 1973 warna kuning memaki Ali Topan yang hampir ditubruknya. Tapi Ali Topan tak menggubris cacian itu. Demikian pula kawan-kawannya. Mereka terlalu sering mendengar caci maki orang, jadi sudah kebal.
Ali Topan Cs tetap ngebut, membelok ke kanan di perempatan Jalan Bulungan—Jalan Mahakam, dan terus menggeblas lewat SMA Bulungan I yang tegak di ujung Jalan Mahakam. Beberapa teman yang ada di depan sekolah melambaikan tangan. Ali Topan Cs tak sempat membalas mereka.
Nama SMA Bulungan I yang terletak di Jalan Mahakam itu berasal dari riwayat dua SMA di Jalan Bulungan —yaitu SMA Bulungan Pagi dan SMA Bulungan Sore—yang dipisah menjadi dua karena dilokasi itu dibangun Gelanggang Remaja Jakarta Selatan oleh Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Jakarta, atas inisiatif Gubernur Ali Sadikin yang beken dipanggil Bang Ali. SMA Bulungan Pagi menjadi SMA Bulungan I di jalan Mahakam, sedangkan SMA Bulungan Sore menjadi SMA Bulungan II di Jalan Bulungan.
Gelanggang Bulungan—nama pop GRJS—diapit oleh dua SMA bersaudara itu.
Pada hari peresmiannya, seorang murid lelaki yang patah hati dengn guru perempuan menggambari dinding sekolah itu dengan lambang hati dan anak panah yang patah dan angka Bulungan pakai cat merah darah. Sejak saat itu nama sekolah itu beken dengan sebutan SMA “Patah Ati” atau SMA Bulungan di kalangan remaja Kebayoran.
Pada formasi dua-dua mereka mengebut terus, memotong jalan raya, lurus menuju kawasan pertokoan Blok M. Sopir biskota, helicak, tuan-tuan di mobil mewah maupun rakyat kelas menengah di atas sadel motor masing-masing memaki kalang kabut, nyaris serempak, ketika para remaja itu seenak hati memotong jalan mereka.
“Hei! Anjiiiing!” seorang muda yang menyetir Mercedes memaki Ali Topan Cs.
“Sama, njiiiing!” Ali Topan balas memaki. Ia tampak paling tampan, paling gagah dan paling brandal di antara kawanan anak-anak muda bersepeda motor trail itu.
Orang muda di belakang setir Mercedes itu mengacungkan tinju ke arah punggung Ali Topan Cs.
Muka sopir itu lancip kayak muka tikus. Ali Topan dan Gevaert kebetulan melihatnya dari kaca spion. Tanpa kode etik lagi, kedua remaja itu me-rem motor mereka, dan mengepoti Mercedes itu. Tak sampai kesenggol moncong Mercedes, Ali Topan dan Gevaert menancap gas, langsung menggeblas ke depan sambil tertawa keras sekali.
“Kurang ajaaar!” sopir Mercedes itu memaki. Wajahnya merah padam.
Wanita menor berusia 45 tahun yang duduk di belakang menekan dadanya. Kaget. Seorang gadis remaja berwajah lonjong yang duduk di samping sopir Mercy itu menggigit bibir sedikit. Rambut panjangnya yag hitam lebat diberi pita merah muda, menjadikannya terlihat manis. Ia merasa geli mendengar makian “anjiiing” dan “kurang ajar” yang terlontar dari mulut tukang setir Mercy-nya.
“Sudah. Jangan digubris, Boy,” si nyonya yang duduk di belakang berseru. Suaranya rada serak, seperti suara orang sakit TBC. Ia mengusap tas kulit hitam berukiran nama: Ny. Surya. Wajahnya yang tirus dipoles bedak dan gincu kemerahan tampak masam.
Sopir mobil yang dipanggil Boy patuh. Matanya melirik ke arah gadis di sebelahnya. ”Anak-anak sekarang ini berandalan semua,” gerutunya.
Nyonya Surya yang duduk di belakang bersuara lagi, “Jammu menunjukkan jam berapa, Anna?”
Gadis remaja yang manis itu melihat jam tangannya, lalu menjawab tanpa menoleh ke belakang, “Jam tujuh kurang sedikit, Mama....”
“Kurang sedikit itu berapa?” tanya Nyonya Surya.
Sepasang mata Anna, putri nyonya Surya, melihat sekilas arloji emas di pergelangan tangan kirinya. “Jam tujuh kurang tiga menit dan beberapa detik, mama,” katanya.
“Toko buku di Blok M buka jam berapa?” tanya si nyonya lagi.
“Biasanya sih jam tujuh persis, Mama,” jawab Anna.
“Kalau tak biasa jam berapa?” Boy bertanya, iseng
.
Anna tak menjawab. Wajahnya cemberut. Sepasang matanya yang lebar dan cemerlang seperti pagi menatap lurus ke jalanan di depan. Samar-samar di kejauhan dilihatnya anak-anak bermotor tadi membelok ke arah Pasar Melawai, Blok M. Anna mengusap alisnya yang lebat dan indah.
Asik dibaca nih kisah kelakuan si Ali yang kesannya urakan, berandalan tapi juga seru ..
ReplyDeleteBad boy tapi tampan 🙂
Hahahaha... sampeyan gondrong wae Kang Him, biar dikira Ali Topan.
Deletewahhh blog baruuuuu
ReplyDeletexixixix
asyik kisah ali topan anak jalanan kok mengingatkanku sama aktingnya ari sihasale pada era 90an yak ahhaha
daerah bulungan sering bangat kulewati, apalagi blok mnya..lwboh tepatnya blok m square lantai basement dimana surga buku secondhand berada
..langgananku ada beberapa toko
btw akan dibawa kemanakah genre cerbung kali ini
sepertinya aku prediksikan roman..hahahahaii
ali topan
berdansa di jalanan..majas yang digunakan ciamik tenan..kebayang dirinya penguasa beberapa jalanan jaksel yang mayan disegani karena ketampanan dan kebengalannya huehehhe
hahaha emang cerita roman ini Mbak Nit Mbul. udah nonton film-nya yang diperankan Junaidi Salat ama Yati Octavia?
Deleteaku blom nonton pa dokter kalau yang main bunda yati octavia, kalau bliau yang main malah ingatku aninya roma irama hahaha
DeleteWah??? Cerpen yang sangat bagus, lanjutkan dokter siapa tahu bisa masuk best seller.
ReplyDeleteHahahaha... Mbak Tari, Kisah Ali Topan sudah best Seller sekitar tahun 1977. ini karya Teguh Esha.
DeleteBad boy.. Entah mengapa kok selalu menarik jadi tokoh cerita😂
ReplyDeleteSaya baca ini sambil membayangkan suasana zaman dulu. Saya pernah download novel pdf nya tapi belum sempet baca.
Oh, begini awal ceritanya....
ReplyDeleteNama Ali biasanya identik dengan "anak nakal"....nakal dan seru
Bayangin Ari Sihasale yang lagi ngepotin mobil Mercy terus senyum jail hahaha....
ReplyDeleteJadi yang tak biasa itu jam berapa? :D --> THIS
Ali Topan Anak Jalanan ini di angkat menjadi film kan? Pemeran nya siapa ya lupa? Kalau film Ali Topan yang lawas apa pemerannya om Roy Marten ya?
ReplyDeletemengingatkan film yang populer jaman SD dulu dan yang paling membekas teman sekolah pada menirukan gaya ali topa dalam bawa kendaraan ya walaupun kenyataanya pada naik sepeda sih.
ReplyDelete